Menu Close
Mahasiswa internasional dari berbagai negara belajar di Universitas Hong Kong. Sleeping cat/shutterstock.

Mengapa tak banyak mahasiswa asing yang mau kuliah di Indonesia?

Internasionalisasi pendidikan tinggi di Indonesia tergolong kurang maksimal meski upaya ini penting untuk meningkatkan daya saing dan menciptakan lulusan yang dibutuhkan dunia global.

Jumlah mahasiswa asing di Indonesia, yang menjadi salah satu indikator dari internasionalisasi pendidikan tinggi, masih sedikit. Ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti terbatasnya informasi, minimnya ketersediaan beasiswa, rendahnya reputasi kampus, serta kendala bahasa, yang dihadapi oleh calon mahasiswa asing.

Potret mahasiswa asing di Indonesia dan Asia Tenggara

Meski belum ada data resmi dari pihak terkait seperti Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Direktorat Jenderal Imigrasi maupun Pangkalan Data Pendidikan Tinggi tentang jumlah pasti mahasiswa asing di Indonesia, data sekunder pada tahun 2021, menunjukkan bahwa terdapat 3.896 mahasiswa asing.

Angka tersebut tidak mencapai 1% dari seluruh mahasiswa aktif di Indonesia yang jumlahnya mencapai 9,3 juta pada 2022. Padahal, usaha pemerintah dalam menarik mahasiswa asing sudah dilakukan sejak tahun 1970-an.

Sementara itu, jumlah mahasiswa asing di Malaysia pada tahun 2022 diperkirakan mencapai 130-170 ribu orang. Di sisi lain, Singapura memiliki lebih dari 50 ribu mahasiswa asing pada tahun 2020, sedangkan Thailand mencatat jumlah sekitar 34.202 mahasiswa asing pada tahun 2022.

Dari segi rasio mahasiswa asing, data dari Quacquarelli Symonds (QS) menunjukkan bahwa rasio tertinggi di Indonesia dimiliki oleh Universitas Udayana, Bali, dengan skor 9.6 dari maksimal 100. Rasio ini masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan universitas di Asia Tenggara lainnya, seperti National University of Singapore dengan skor 81.9 dari 100 atau Universiti Malaya, Malaysia yang memiliki skor 58.9 dari 100.

Mengapa sedikit?

Terdapat beberapa faktor mengapa mahasiswa asing masih enggan memilih Indonesia sebagai salah satu destinasi studi.

1. Minim informasi

Terbatasnya informasi yang tersedia dari perguruan tinggi membuat calon mahasiswa asing kesulitan mendapatkan informasi terkait perguruan tinggi di Indonesia. Belum siapnya infrastruktur perguruan tinggi dalam menyediakan situs web bilingual, misalnya, mengakibatkan kurangnya informasi bagi calon mahasiswa asing.

Berbeda dengan kampus di Indonesia, ketersediaan web bilingual di universitas-universitas di Thailand sudah lebih jamak ditemui. Website Chulalongkron University, misalnya, menyediakan informasi bagi calon mahasiswa asing yang lengkap dan diperbarui secara berkala dalam bahasa Inggris.

Selain itu, promosi kampus tampaknya masih kurang efektif. Buktinya, jumlah mahasiswa asing yang terdaftar setiap tahunnya masih rendah. Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, melaporkan pada September 2023 bahwa kampus telah menerima 42 mahasiswa asing. Sementara itu, Universitas Lampung hanya menerima sebanyak 13 mahasiswa asing baru.

Indonesia bisa mengadopsi strategi promosi yang lebih menarik dan efisien, seperti misalnya promosi ‘Open House’ secara online yang dilakukan Chulalongkron University, Thailand.

2. Beasiswa terbatas

Faktor ketersediaan beasiswa menjadi faktor utama yang menentukan minat mahasiswa asing berkuliah di Indonesia.

Sejauh ini, pemerintah Indonesia menyediakan dua program beasiswa bagi mahasiswa asing, yaitu Darmasiswa, program nongelar berdurasi satu tahun untuk mempelajari bahasa dan budaya Indonesia yang sudah ada sejak tahun 1974. Ada juga Beasiswa Kemitraan Negara Berkembang (KNB) yang memberikan beasiswa penuh bagi mahasiswa asing untuk program gelar pada program sarjana, master, dan doktor pada 31 universitas di Indonesia sejak tahun 2006. Beasiswa ini merupakan program beasiswa penuh yang mewajibkan penerimanya mengikuti program akademis dalam bahasa Indonesia. Mahasiswa asing juga akan diberikan waktu satu tahun untuk meningkatkan kemampuan bahasa Indonesia melalui program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) sebelum berkuliah di program studi yang dipilih.

Beberapa perguruan tinggi juga sudah menyediakan beasiswa mandiri bagi mahasiswa asing mereka baik beasiswa penuh maupun parsial. Diantaranya UI GREAT dari Universitas Indonesia, Airlangga Development Scholarship dari Universitas Airlangga, Gadjah Mada International Fellowship dari Universitas Gadjah Mada, UNY Distinguished International Student Scholarship dari Universitas Negeri Yogyakarta, UMY Scholarship dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dan beberapa perguruan tinggi lainnya.

Namun ketersediaan kuota dari beasiswa-beasiswa di atas masih terbatas. Beasiswa KNB pada tahun 2021 hanya dapat menerima sebanyak 268 penerima dari 2.914 pendaftar. Artinya, rasio penerimaan hanya sekitar 9% sehingga persaingannya cukup ketat.

3. Reputasi kampus

Reputasi perguruan tinggi juga berpengaruh pada preferensi mahasiswa asing dalam memilih perguruan tinggi. Reputasi ini umumnya dilihat dari pemeringkatan perguruan tinggi yang menjadi tolak ukur kinerja dan branding perguruan tinggi. Calon mahasiswa asing menggunakan data pemeringkatan ini sebagai pertimbangan dalam memilih perguruan tinggi.

Penelitian tahun 2012 menunjukkan bahwa reputasi negara, institusi serta ranking universitas menjadi faktor penarik mahasiswa untuk belajar di luar negeri. Sayangnya, perguruan tinggi Indonesia masih berada pada peringkat 200-an dunia. Sementara itu, beberapa perguruan tinggi di kawasan Asia Tenggara sudah memiliki reputasi dan ranking yang lebih baik.

4. Kendala bahasa

Hampir seluruh perguruan tinggi masih menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar utama. Penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar baru diterapkan di beberapa program studi seperti program Kelas Khusus Internasional di Universitas Indonesia dan International Undergraduate Program (IUP) Universitas Gadjah Mada.

Hasil penelitian British Council di Indonesia menunjukkan bahwa tantangan utama dalam menerapkan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar adalah kemampuan bahasa Inggris yang rendah pada mahasiswa dan staf. Akibatnya, mahasiswa asing membutuhkan waktu lama menyesuaikan bahasa.

Keempat faktor di atas berkontribusi secara signifikan dalam menarik minat mahasiswa asing ke Indonesia. Namun, perlu dicatat bahwa masih banyak faktor lain seperti proses aplikasi visa, faktor budaya, keamanan, dan iklim yang juga berpengaruh dalam preferensi mahasiswa asing memilih Indonesia sebagai destinasi studi.

Belajar dari Australia

Salah satu contoh negara yang berhasil menarik mahasiswa asing adalah Australia. Data dari departemen pendidikan Australia, pada Februari 2024, mencatat sebanyak 662.895 mahasiswa asing belajar di Australia. Hal ini menjadikan Australia sebagai salah satu dari lima destinasi favorit mahasiswa asing secara global.

Secara historis, Australia telah menerima mahasiswa asing sejak awal abad ke-20. Setelah perang dunia ke-II, adanya program Colombo Plan mendorong Australia untuk memberikan beasiswa bagi pelajar negara-negara Asia yang baru merdeka. Selain itu, Australia juga mengembangkan program-program beasiswa lain seperti Australia Papua New Guinea Education and Training Scheme, Special Commonwealth African Assistance Plan, dan Australian-Asian Universities’ Cooperation Scheme (AAUCS), yang berperan penting dalam menarik mahasiswa internasional.

Kebijakan migrasi yang menguntungkan sejak akhir 1990-an juga menambah daya tarik Australia sebagai tujuan pendidikan. Misalnya, dengan mempermudah proses untuk menjadi penduduk tetap (permanent resident) bagi mahasiswa internasional yang menyelesaikan studi mereka di Australia. Penelitian di Australia tahun 2024 menunjukkan bahwa faktor seperti kesempatan karier dan pengalaman hidup, kualitas pendidikan, biaya hidup dan pendidikan, prospek dan kebijakan migrasi serta reputasi universitas dan staf menjadi faktor penarik banyak mahasiswa asing untuk belajar di negara ini.

Agensi pendidikan juga berperan penting dalam mempromosikan pendidikan Australia, membantu proses pendaftaran mahasiswa asing, mengurus visa serta memberikan dukungan untuk mahasiswa secara terus-menerus. Pada tahun 2018, terdapat sebanyak 6.878 agensi dan 19.413 agen yang terlibat dalam masuknya mahasiswa asing di penyedia pendidikan Australia.

Keberhasilan Australia ini bisa menjadi inspirasi bagi Indonesia. Pemerintah Indonesia perlu meningkatkan kualitas pendidikan tinggi, mempermudah proses perizinan/imigrasi bagi mahasiswa asing, serta promosi pendidikan tinggi di kancah internasional.

Dengan begitu, Indonesia dapat meningkatkan daya saing pendidikan tingginya secara global, sehingga semakin banyak mahasiswa asing yang mau berkuliah di Indonesia.

Want to write?

Write an article and join a growing community of more than 186,100 academics and researchers from 4,986 institutions.

Register now