Penelitian awal menunjukkan petani di Jawa Barat bisa bertahan menghadapi risiko perubahan iklim, seperti gagal panen akibat kekeringan dan serangan hama.
Tanpa data dan informasi sumberdaya lahan dan tanah yang akurat, detail dan akuntabel peningkatan produksi pertanian tidak optimal. Akibatnya ketahanan pangan penduduk Indonesia menjadi taruhannya.
Pemandangan persawahan dari atas di Bandung, Jawa Barat.
Akhmad Dody Firmansyah/Shutterstock
Tak hanya di Indonesia, motode sederhana dan kuat ini dapat dipakai di seluruh Asia Tenggara, dan dapat digunakan sebagai alternatif selain survei lapangan yang memakan waktu dan ongkos mahal.
Ulat grayak jagung (yang juga memakan padi) telah menyebar ke seluruh Asia dalam setahun. Sekarang, mereka sudah ditemukan di separuh provinsi di Cina.
Sawah dibajak untuk persiapan musim tanam padi di Bali.
Natali Glado/Shutterstock
Pada lahan sawah bukaan baru belum terbentuk lapisan tapak bajak yang kedap air. Diperlukan air yang banyak melalui sistem irigasi teknis agar kebutuhan air terpenuhi.
Formasi sawah yang indah di Argapura Majalengka Jawa Barat.
Muhana Syafiquddary/Shutterstock
Jika lahan sawah terus berkurang, produksi padi akan turun, stabilitas pangan untuk rakyat terancam. Sayangnya selama puluhan tahun, data lahan tidak akurat.
Jika tanah selalu ditanami terus menerus maka tidak ada waktu untuk istirahat untuk memulihkan energi. Kebutuhan nutrisi tanaman berkurang dan perlu ditambah.
Kandungan gizi nasi dapat berkurang dengan meningkatnya level CO2 di udara.
www.shutterstock.com
Meningkatnya level karbon dioksida menyebabkan kandungan vitamin dan nutrien dalam padi menurun. Ini bisa memperparah masalah kelaparan dan gizi buruk.
Assistant Professor, Lecturer, Head of Food Processing Laboratory, Food Technology Study Program, Faculty of Biotechnology, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya