Jumlah desa wisata di Indonesia yang semakin meningkat tidak dibarengi dengan strategi keberlanjutan yang matang. Akibatnya, desa wisata cenderung menjadi tren sesaat. Bagaimana mengatasi hal ini?
Mayoritas desa wisata masih didominasi oleh ‘tourist gaze’ dalam mengembangkan wilayahnya.
DavideAngelini/Shutterstock.
Rusydan Fathy, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Desa wisata kian menjadi salah satu destinasi wisata andalan. Sayangnya, pembangunan desa wisata kurang memperhatikan perspektif lokal dan cenderung mengutamakan ‘tourist gaze’. Apa dampaknya?
Prioritas pengembangan sektor pariwisata membuat berbagai wilayah menjadi komoditas–termasuk kawasan konservasi. Ini tak hanya menimbulkan kesenjangan, namun juga mengancam alam.
Pemerintah dapat memikirkan opsi-opsi pengembangan perekonomian yang harmonis dengan alam, misalnya dengan pariwisata yang mengambil manfaat dari kelestarian biodiversitas.
Pariwisata tidak akan pernah berkelanjutan jika pelaku bisnis seperti hotel tidak menghormati hak manusia atas air. Partisipasi masyarakat merupakan jantung pariwisata berkelanjutan.
Bekerja sambil liburan bisa menjaga keseimbangan hidup-kerja.
Andrea Piacquadio/Pexels
Indonesia kini masuk dalam deretan negara yang menyediakan visa digital nomad bagi turis asing yang ingin kerja sambil liburan. Apa itu visa digital nomad dan bagaimana Indonesia bisa memanfaatkannya?
Nha Trang, Vietnam, selama ini jadi destinasi pariwisata yang digemaei wisatawan kaya asal Rusia.
Tiểu Bảo Trương/Pixabay
Resor di seluruh dunia “kehilangan” wisatawan Rusia yang terkenal royal menghabiskan uangnya. Kini destinasi pariwisata tergopoh-gopoh mencari pengganti mereka.
Pengunjung bersantai di sebuah resort.
Pexels/Michael Block
Hotel terpaksa memangkas karyawannya dan menawakan harga diskon demi bertahan selama pandemi. Kita perlu belajar dari pengalaman mereka untuk menyusun strategi yang lebih baik ke depannya.
Sebuah toko di Amsterdam, Belanda, memajang berbagai produk turunan mariyuana.
the ganja cult/Wikimedia
Partisipasi warga penting karena pariwisata dapat mengubah struktur masyarakat. Apalagi, sektor ini tengah bergairah setelah relaksasi perjalanan pasca-pandemi, ditambah budaya viral di media sosial.
Seorang tamu berada di teras kamar Hotel Kila Senggigi Beach di kawasan wisata Senggigi, Lombok Barat, NTB, Selasa (28/9/2021).
Antara Foto
Banyak orang Bali percaya bahwa COVID-19 tidak dapat dilawan dengan protokol kesehatan saja, dan membutuhkan persembahan ritual dan doa. Tetapi ritual kolektif menempatkan orang pada risiko yang lebih besar.
Industri pariwisata Bali sangat terdampak pandemi COVID-19.
ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/wsj
Ya-Yen Sun, The University of Queensland; Futu Faturay, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan RI; Ilmiawan Auwalin, Universitas Airlangga; Jie Wang, The University of Queensland, and Lintje Sie, The University of Queensland
Pandemi COVID-19 telah menghancurkan banyak peluang bagi mereka yang tidak memiliki kemampuan finansial.
Rencana pemerintah Indonesia berencana meningkatkan pariwisata dan kawasan pesisir semasa pandemi harus memperhatikan beberapa hal, seperti pengunjung dan operator wisata.
Wisata virtual bisa membantu mengurangi penurunan omset sektor pariwisata, namun upaya lebih perlu dilakukan agar tidak meninggalkan pelaku usaha setempat.
Petugas Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) memasang tanda “physical distancing” atau pembatasan jarak fisik di kursi Bus Gatrik (Galuh tour Kota Klasik) di halaman Kantor BPPD Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Minggu (7/6/2020). Bus Gatrik akan dioperasikan dengan menerapkan protokol kesehatan jelang penerapan fase normal baru. ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/aww.
Antara Foto