Perempuan membutuhkan perlindungan yang lebih baik dari kebencian online dan misogini, baik saat menggunakan media sosial maupun saat bekerja di perusahaan teknologi.
Aksi Hari Perempuan Internasional di Bandung, Jawa Barat.
Novrian Arbi/Antara Foto
Di media sosial, korban dan penyintas kekerasan seksual menemukan penguatan emosional dan psikologis, dan cenderung dapat menghindari tekanan masyarakat.
Jumlah rancangan undang-undang yang dibahas menjadi undang-undang setiap tahunnya selalu tidak sesuai dengan target yang ditetapkan. Perbaikan perlu dilakukan.
Mahkamah Agung tampaknya mengingkari produk hukumnya sendiri lewat putusan terbarunya dalam kasus Baiq Nuril Maknun. MA memiliki pedoman tentang mengadili perkara terkait perempuan.
Pengunjuk rasa membawa poster di Women’s March 2018.
www.shutterstock.com/ kiwiofmischief
Untuk mendorong penguatan upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan, pemerintah dan DPR perlu memperkuat Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Komnas Perempuan)
Di Australia, kebanyakan perempuan tidak melaporkan kekerasan seksual yang dialaminya di tempat kerja bahkan ketika kekerasan tersebut telah melewati batas kewajaran.
shutterstock.com
Kebanyakan perempuan tidak melaporkan pelecehan seksual yang dialaminya di tempat kerja. Mereka takut akan menunjukkan reaksi berlebihan yang malah mengancam keberlangsungan karirnya
Korban kekerasan seksual mungkin menjadi korban kedua kalinya saat berhadapan dengan aparat hukum karena dibombardir pertanyaan yang tidak sensitif.
Shutterstock
Pertanyaan “apakah nyaman” saat pemerkosaan sering diajukan penyidik pada korban pemerkosaan. Pertanyaan semacam ini menempatkan penyintas pada posisi “dikorbankan berulang-ulang”.