Jonathan Jordan, Indonesian Institute of Advanced International Studies (INADIS)
Kematian Prigozhin mengakhiri pergerakannya sebagai penantang terhadap Putin dan militer Rusia. Kematiannya akan berdampak pada peperangan di Ukraina dan kondisi domestik Rusia
Presiden Rusia Vladimir Putin (kiri) dan Presiden Cina Xi Jinping.
plavi011/Shutterstock
Jonathan Jordan, Indonesian Institute of Advanced International Studies (INADIS)
Imbas memburuknya hubungan dengan Barat, Rusia mengalihkan fokusnya pada Asia, khususnya Cina.
‘Pawai Keadilan’: Pemimpin Grup Wagner, Yevgeny Prigozhin, berfoto dengan seorang pendukungnya di kota Rostov, Rusia.
Associated Press / Alamy Stock Photo
Hubungan Cina dan Rusia terlihat rumit. Tetapi keputusan Cina untuk mendukung Rusia dalam perang di Ukraina pada akhirnya bermuara pada kepentingan politik Cina sendiri.
Demokrasi konstitusional Ukraina mensyaratkan kesepakatan perdamaian apa pun untuk diratifikasi oleh rakyatnya. Jika rakyat diabaikan, peluang mewujudkan kesepakatan damai akan jauh lebih kecil.
Kota di Ukraina yang hancur akibat perang dengan Rusia.
Freepik
Kedua kubu menggunakan media dengan cara yang sangat berbeda selama konflik: Zelensky dengan mencari dukungan, Putin dengan membungkam perbedaan berpendapat.
Banyak pemimpin dunia, termasuk Vladimir Putin, dituding memplagiasi disertasi S3 mereka. Keputusan untuk mundur, menyangkal, atau mengabaikan tudingan tersebut mencerminkan karakter negara mereka.
Hasil pertemuan Jokowi dengan Putin dan Zelenskky bagi kepentingan global memang belum jelas, tapi paling tidak, dapat mengakomodir kepentingan domestik Indonesia – serta Jokowi sendiri.
Dari kiri: Vladimir Putin, Volodymyr Zelenskyy, dan Joe Biden.
Associated Press dan Pemerintah Ukraina